Pengertian dan Sejarah Singkat Wali Songo

 Sejarah dan Pengertian Wali Songo - Makalah

Penyebaran Islam di Pulau Jawa Pra Kemunculan Wali Songo

Sebelum kehadiran Wali Songo, agama Islam telah masuk ke Tanah Jawa pada abad ke-7 Masehi, tahun 674-675. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa makam Muslim yang ada di beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya adalah makam Fatimah Binti Maimun yang ada sejak tahun 1082 M atau sekitar abad ke-11. Agama Islam dibawa oleh para saudagar Arab yang sudah membangun hubungan perdagangan dengan Nusantara sebelum agama Islam masuk di dalamnya. Kedatangan saudagar Arab di Kerajaan Kalingga, di zaman pemerintahan Hindu, era kekuasaan Rani Simha.[1] 

Para saudagar Arab tersebut membawa isteri dan beberapa saudaranya dan kemudian beberapa di antara mereka menyelidiki keadaan, penduduk, susunan pemerintah, dan agamanya.[2]Beberapa penduduk di Pulau Jawa sudah ada yang beragama Islam. Mereka adalah para pedagang yang berasal dari Gujarat dan penduduk pribumi yang menikah dengan para pedagang dari Gujarat. Namun pada masa tersebut, agama Islam belum menyebar secara menyeluruh dan besar-besaran karena pengaruh agama Hindu pada saat itu masih sangat kuat. Pada abad ke-10 terjadi migrasi terbesar yang dilakukan keluarga-keluarga Persia sebagai bentuk usaha untuk mengislamisasikan penduduk Pulau Jawa. Akan tetapi banyak di antara mereka yang tewas terbunuh dan hanya tersisa 200 keluarga dari 20.000 keluarga.[3]

Pada perempat akhir abad ke-14 terjadi perpindahan penduduk muslim Cina menuju Nusantara. Mereka menghuni pantai utara Jawa dan pantai timur Sumatera.[4]Pada masa tersebut Islam masih belum dianut penduduk pribumi secara luas. Menurut tulisan Haji Ma Huan yang mengikuti ekspedisi Cheng Ho ketujuh tahun 1433 Masehi, pada masa tersebut terdapat tiga golongan penduduk di sepanjang pantai utara Jawa: orang-orang muslim Tionghoa, orang-orang muslim dari barat (Persia-Arab), dan penduduk pribumi yang masih memuja roh-roh serta hidup sangat kotor. 

Akan tetapi sejumlah bukti arkeologi menunjukkan bahwa beberapa orang keluarga raja dan pejabat tinggi Kerajaan Majapahit diketahui telah menganut agama Islam. Dalam situs nisan Islam Tralaya menunjukkan adanya komunitas muslim pada masa kejayaan Majapahit. Tulisan pada batu-batu nisan Tralaya yang menggunakan angka tahun Saka dan angka-angka Jawa Kuno menunjukkan bahwa yang dikubur pada makam tersebut adalah muslim Jawa, bukan muslim non-Jawa.[5]

Proses masuknya agama Islam ke Pulau Jawa pada awal kehadirannya di abad ke-7 banyak mengalami kendala hingga pada pertengahan abad ke-15. Pada pertengahan abad ke-15, yaitu era dakwah Islam yang dipelopori tokoh-tokoh sufi yang dikenal dengan sebutan Wali Songo. Salah satunya yaitu Syekh Maulana Malik Ibrahim. Pada abad ini pula Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan beberapa ulama lainnya diutus untuk menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, terutama di bagian timur pulau Jawa.[6]Ajaran Wali Songo mudah diterima oleh penduduk dikarenakan para pemegang kekuasaan di daerah-daerah penyebaran agama Islam tersebut telah memeluk agama Islam. Selain itu ajaran Wali Songo juga mudah diserap ke dalam asimilasi dan sinkretisme Nusantara.[7]  

Pengertian Wali Songo

Wali Songo adalah simbol penyebaran dan perkembangan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa pada abad ke-15 dan pertengahan abad 16. Para Wali yang termasuk dalam Wali Songo merupakan tokoh-tokoh yang berperan besar dalam penyebaran dan perkembangan Islam. Mereka tinggl di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Dakwah Islam mulai berkembang persisnya pada masa Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya nusantara yang kemudian digantikan dengan kebudayaan Islam.[8]

Kata Wali Songo merupakan majemuk yang berasal dari kata wali dan songo. Kata wali  berasal dari bahasa Arab, suatu bentuk singkatan dari waliyullah, yang berarti ‘orang yang mencintai dan dicintai Allah’. Sedangkan katab songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti ‘sembilan’. Wali Songo sendiri memiliki beberapa makna. Pertama adalah wali yang sembilan atau sanga dalam bahasa Jawa.[9]Ada pula yang mengatakan bahwa kata songo berasal dari kata tsana dalam bahasa Arab yang berarti mulia. Wali Songo dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah besar mubaligh Islam yang bertugas mengadakan dakwah Islam di daerah-daerah yang belum memeluk Islam di Jawa.

Pendapat lain menyebutkan bahwa Wali Songo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Wali Songo terbagi menjadi beberapa generasi yang di tiap-tiap generasinya terdiri dari anggota yang berbeda-beda. Dari beberapa generasi, nama-nama Wali Songo yang paling dikenal adalah Maulana Malik Ibrahin (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Makhmud Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Qasim (Sunan Drajat), Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), Raden Paku atau Ainul Yaqin (Sunan Giri), Raden Said (Sunan Kalijaga), Raden Umar Said (Sunan Muria), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).[10]

Keterkaitan Hubungan Antara Para Wali

Kesembilang Wali tidak hidup dalam kurun waktu yang bersamaan. Meskipun hidup dalam kurun waktu yang berbeda, mereka memiliki keterkaitan hubungan antara satu wali dengan wali yang lainnya. Keterkaitan hubungan tersebut dikarenakan beberapa faktor. Faktor keterkaitan hubungan tersebut adalah faktor hubungan darah, hubungan antara guru dan murid, maupun hubungan pertemanan. Hubungan antara para Wali ini dimulai dari Sultan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik yang datang ke Nusantara untuk menyebarkan agama Islam. Maulana Malik Ibrahim merupakan Wali Songo tertua yang memulai silsilah Wali Songo.[11]

Sunan Gresik menikah dan memiliki anak yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Saudara Sunan Gresik yang bernama Maulana Ishak menikah dengan putri Raja Blambangan yang bernama Dewi Sekardadu dan memiliki anak Raden Paku atau Sunan Giri. Ketika menginjak baligh, Sunan Giri berguru pada Sunan Ampel. Sunan Ampel mempunyai anak yaitu Raden Qasim atau Sunan Drajat, Raden Makhmud Ibrahim atau Sunan Bonang, dan tiga orang anak perempuan yang salah satunya dinikahkan dengan Sunan Giri. Sunan Bonang merupakan teman seperguruan dari Sunan Giri. Raden Said atau Sunan Kalijaga adalah murid sekaligus sahabat dari Sunan Bonang. Raden Umar Said atau Sunan Muria adalah anak dari Sunan Kalijaga, dan Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus adalah murid dari Sunan Kalijaga. Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati adalah sahabat para wali kecuali Sunan Gresik yang telah meninggal terlebih dahulu.[12]

Jika dikelompokkan berdasarkan nama wali, maka: Sunan Gresik adalah ayah dari Sunan Ampel, kakek dari Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Sunan Ampel adalah anak dari Sunan Gresik, sepupu serta guru dari Sunan Giri. Sunan Bonang adalah anak dari Sunan Ampel, cucu dari Sunan Gresik, saudara ipar Sunan Giri. Sunan Drajat adalah anak dari Sunan Ampel,  saudara kandung Sunan Bonang, cucu dari Sunan Gresik, dan saudara ipar dari Sunan Giri. Sunan Kalijaga adalah murid serta sahabat dari Sunan Bonang. Sunan Muria adalah anak dari Sunan Kalijaga. Sunan Kudus adalah murid Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati adalah sahabat dari delapan wali kecuali Sunan Gresik. Karena tiga faktor yang telah disebutkan di atas itulah, maka antara satu wali dengan yang lainnya masih memiliki hubungan kekerabatan. [13]



[1]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm.133.

[2]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm.133.

[3]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 34.

[4]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 36.

[5]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 36.

[6]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm.135.

[7]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 37.

[8]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm.135.

[9]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm.135.

[10]Prof. Dr. Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hlm. 135-140.

[11]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 33.

[12]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 109-200.

[13]Agus Sunyoto, Wali Songo “Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan”, Jakarta: Transpustaka, 2011, hlm. 109-200.

Belum ada Komentar untuk "Pengertian dan Sejarah Singkat Wali Songo"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel