Sejarah Sosiologi sebagai Ilmu

Sejarah Ilmu Sosiologi

Munculnya sosiologi sebagai sebuah ilmu, selain merupakan hasil dari proses empiricall-historis, juga merupakan hasil dari proses perkembangan pemikiran filosofis. Fenomena empiris yang melatarbelakangi situasi sosial-politik di Eropa Barat pada abad ke-15 sampai dengan abad ke-18 sangat mempengaruhi perkembangan sosiologis,disamping munculnya pandangan-pandangan filosofis tentang positivisme, yaitu mencari penjelasan semua gejala alam dan sosial dengan mengacu pada deskripsi dan hukum ilmiah.

Penjelasan yang bersifat historis dan filosofis, mengantarkan pada pemahaman tentang pokok bahasan sosiologi yang membedakan dengan ilmu sosial lainnya, yang akan memberikan jawaban tentang hakekat dari sosiologi. Kompleksitas permasalahan yang mendorong lahirnya pemikiran sosiologi telah memberikan sumbangan yang besar bagi keragaman cara pandang, sehingga sosiologi dinyatakan sebagai ilmu dengan paradigma majemuk (’a multiple paradigm science’).



Sejarah Sosiologi Sebagai Sebuah Ilmu

Menurut Berger dan Berger, pemikiran sosiologi berkembang ketika masyarakat menghadapi ’ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap benar dan seharusnya, yang menjadi pegangan manusia’ (threats to the taken-for-granted world). Maksudnya yaitu, suatu keadaan masyarakat dimana tatanan sosial (’social order’) yang diyakini oleh sebagian besar anggota masyarakat terancam oleh berbagai bentuk perubahan.

Sampai abad ke-18 Eropa Barat didominasi oleh sistem feodalisme yang sangat elitis dan mapan. Perkembangan yang terjadi kemudian, mengikuti tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15, adalah munculnya kesadaran bahwa dominasi feodalisme sangat menghambat perkembangan kelompok intelektual serta kelas menengah. Bangkitnya kelas menengah mewarnai sebuah proses perubahan jangka panjang, seperti tumbuhnya kapitalisme,perubahan sosial dan politik, meningkatnya individualisme, serta lahirnya ilmu pengetahuan modern. Dua revolusi penting pada abad ke-18, ialah (1) Revolusi Industri, (2) Revolusi Perancis (Laeyendecker, 1983:11-43).

Gejolak sosial dan politik yang terjadi pada masa itu telah menggoncang masyarakat Eropa, serta menggoyahkan tatanan sosial yang lama mapan. Faktor ini merupakan penyebab utama mengapa pemikiran sosiologi mulai berkembang secara serentak di beberapa negara Eropa (Inggris, Perancis, Jerman), Pada masa inilah peran para tokoh sosiologi klasik berawal. Mendorong para pemikir dan intelektual mencari jawaban yang rasional, serta menemukan formula yang mampu menguraikan semua gejala sosial yang muncul. Lahirlah kemudian pemikiran cemerlang tentang masyarakat, perubahan sosial serta konflik sosial dari tokoh- tokoh seperti, Auguste Comte (1798-1857), Herbert Spencer (1820-1903), Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1858-1917) dan Max Weber (1864-1920). Mereka ini kemudian diakui oleh para tokoh sosiologi abad 20 (tokoh sosiologi modern) sebagai perintis awal serta peletak dasar pemikiran sosiologi, sebagai ’the founding fathers’, dan oleh Lewis Coser dianggap sebagai ’masters of sociological thought’, yang memberikan sumbangan penting bagi lahir dan berkembangnya sosiologi sebagai sebuah ilmu.

Nama ”sosiologi” merupakan ciptaan Auguste Comte. Pemikiran filsafat Comte memberikan sumbangan penting bagi sosiologi, dan mendorong perkembangan sosiologi, dalam bukunya : ’Course de Philosophie Positive’.Yang berisi pandangannya mengenai hukum kemajuan manusia dan masyarakat yang melewati tiga tahap. Tahap pertama adalah teologi, yaitu manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat adikodrati atau supranatural. Tahap kedua adalah metafisika, yaitu manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak. Pada tahap ketiga, tahap positif, yaitu manusia mencari penjelasan gejala alam maupun sosial mangacu pada deskripsi ilmiah.

Karena memperkenalkan metode positif ini maka Comte dikenal sebagai perintis positivisme. Pada pandangan Comte, sosiologi harus merupakan ilmu yang sama ilmiahnya dengan ilmu pengetahuan alam. Dengan kata lain sosiologi harus menjadi sebuah ilmu yang positif. Ciri metode positif mendasarkan pada cara berpikir ilmiah, bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta, dan kajian harus bermanfaat, serta mengarah pada kepastian dan kecermatan. Sarana yang digunakan dalam metode positif adalah :1) pengamatan, 2) perbandingan, 3) eksperimen, 4) metode historis. Penjelasan tentang hubungan antar manusia atau gejala-gejala masyarakat harus melalui rasionalisasi yang positif. Kegiatan kajian sosiologi yang tidak menggunakan metode pengamatan, perbandingan, eksperimen, ataupun historis.

Auguste Comte memang mendapat kehormatan sebagai bapak sosiologi melalui karya filsafat positifnya. Namun demikian, Emile Durkheim menempati posisi penting dalam mengembangkan sosiologi sebagai disiplin yang berdiri sendiri. Peranan Durkheim yang terpenting adalah pada usahanya dalam merumuskan obyek studi sosiologi, dan memberikan rumusan penting dalam metode untuk mendekati dan mengamati obyek studi.

Pandangan Comte yang masih abstrak tentang filsafat positif kemudian diperjelas oleh Durkheim dengan meletakkan sosiologi di atas dunia empiris. Dua karyanya yang besar dan berpengaruh adalah Suicide (1968) dan The Rule of Sociological Method (1965). Suicide adalah hasil karya Durkheim yang didasarkan atas hasil penelitian empiris terhadap gejala bunuh diri sebagai suatu fenomena sosial. Melalui karya ini Durkheim menegaskan bahwa obyek studi sosiologi adalah fakta sosial (social fact), yang untuk memahaminya diperlukan suatu kegiatan penelitian empiris, sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam. Sedangkan The Rule of Sociological Method berintikan konsep-konsep dasar tentang metode yang dapat dipakai untuk melakukan penelitian empiris dalam lapangan sosiologi.

 

Referensi

Burrell, G. & G. Morgan, Sociological paradigms and organizational analysis, Arena,1994.

Johnson, Doyle Paul,1986, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta : Gramedia Laeyendecker,L, 1983, Tata, Perubahan, dan Ketimpangan : Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi, Jakarta : Gramedia

Ritzer, George,1985, Sosiologi - Ilmu Berparadigma Ganda, Jakarta : Rajawali Sunarto, Kamanto,2004, Pengantar Sosiologi, Jakarta: FEUI

Usman, Sunyoto, Sosiologi – Sejarah, Teori dan Metodologi,2004, Yogyakarta: CIRED Asriwandari,Hesti. 2008,Multi paradigma dalam Sosiologi sebuah penantar, UNRI Collins, R., Theoretical Sociology, San Diego: Harcourt Brace Jovanovich, Prbl., 1988. Poloma, MM., Sosiologi Kontemporer (edisi keenam), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Ritzer, G., Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadgima Ganda (edisi kelima), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Ritzer, G. dan Goodman, DJ., Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2003.

Sanderson, SK., Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial (edisi kedua), PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Skidmore, W., Theoretical Thinking in Sociology, Cambridge: Cambridge University Press, 1979.

Soetrisno dan Hanafie, SR., Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2007.

Stinchcombe, A. L., Constructing Social Theories, New York: Harcourt, Brance and World, Inc., 1986.

Turner, J. H., The Structure of Sociological Theory (sixth edition), Belmont, CA: Wadsworth Publishing Company, 1998.


Belum ada Komentar untuk "Sejarah Sosiologi sebagai Ilmu "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel