Hujjatul Islam : Imam Al Ghazali

Makalah Hujjatul Islam Imam Al Ghazali

Imam Ghazali lahir pada tahun 1058 M / 450 H di Thus, Khurasan dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang pemintal benang, sekaligus seorang sufi yang sangat taat. Ketika masih kecil ayahnya meninggal dan beliau dititipkan disalah seorang teman beserta uang untuk bekalnya menuntut ilmu. Nama asli beliau adalah Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Nama Ghazali diambil dari desa dimana beliau dilahirkan, Ghozali.


Imam Ghazali adalah seideal-idealnya tholabul ilm, beliau selalu tidak puas terhadap ilmu apapun. Tidak pernah cukup dengan pengetahuan yang didapatnya. Imam Ghazali selalu mencari guru yang dianggapnya mengajarkan kebenaran yang hakiki. Salah satu guru beliau yang terkenal adalah al-Juwaini, seorang Imam Haramain.

Hujjatul Islam

Hujjatul Islam adalah julukan yang sangat masyhur yang disandang Imam Ghazali. Hujjatul Islam artinya adalah argumentasi islam, atau orang yang berargumentasi membela islam. Julukan Hujjatul Islam didapat setelah beliau menulis Kitab Tahafut Al-Falasifah(Kerancauan Filsafat) dan Maqosidul Falasifah (Tujuan Berfilsafat). Kitab ini menyajikan 20 pasal tentang kesalahan berfikir secara filsafat. Tujuan dari penulisan kitab ini adalah dimaksudkan untuk membela aqidah islam, supaya aqidah islam tidak dikaji atau difikir dengan akal saja.

Sebagai contoh dari upaya pembelaan ini adalah argumennya tentang hukum sebab-akibat. Menurut beliau pada kitab tersebut pasal 17, hukum sebab akibat sebenarnya tidak ada, yang ada hanyalah kebiasaan (adah). Semisal seseorang membakar kertas, maka kertas tersebut bukan akan terbakar karena api. Dalam hal ini beliau mengkaji secara cerdas dan hati-hati. Kata beliau, terbakarnya kertas bisa saja tidak terjadi jika Allah tidak berkehendak. Beliau mendasarkan pada Qs. al-Anfaal ayat 17

 “...dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar...

Maka dari sebuah firman Allah swt. “ud’uuni aztajib lakum” yang berarti perintah berdoa bahwa “mintalah sesuatu kepadaKu maka akan Aku kabulkan” bermakna bahwa apabila Allah mengabulkan doa hambaNya bukan berarti bahwa Allah tidak akan memberi jika hamba tidak berdoa. Allah mengabulkan segala permintaan hamba (baca: akibat), bukan berarti menunggu hamba untuk berdoa (baca: sebab). Namun, berdoa sendiri adalah sebagai ibadah.  Hal yang demikian sangat penting untuk mengukuhkan Allah sebagai al-Awwal, ar-Rahmaan, sebagai al-Kariim.

Kembali ke kitab, kitab tasawuf lain yang sangat bagus serta bernada filsafat adalah, Misykat al-Anwar (Relung-Relung Cahaya) sertaKimiatus Sa’adah(Kimia Kebahagiaan), . Akan tetapi dari kitab-kitab yang telah tersebut diatas. Penulis merasa belum banyak yang membacanya ketimbang karya-karya tasawuf beliau yang lain yang lebih terkenal. Memang kitab-kitab tersebut memberikan penjelasan yang agaknya rumit tentang tasawuf, dan kemungkinan besar karena hal ini kitab-kitab ini kurang dibaca oleh umum.

Gelar hujjatul islam memang tidak muluk-muluk, gelar tersebut sangat pantas digelar oleh sang imam yang arif nan bijaksana. Dan sepanjang perjalanan intelektual islam, Imam Ghazali adalah salah satu yang sangat diperhatikan dan kitab-kitabnya banyak dikaji dalam bidang tasawuf dan akhlak.

Muttasawif

Sebagai seorang yang ragu akan kebenaran, sang imam selalu mempertanyakan kebenaran yang didapatnya dari manapun. Tidak heran bila beliau sempat tidak bisa berbicaradiwaktu mengajar di madrasah Nidhomiyyah. Sebagai rektor madrasah yang sangat masyhur waktu itu, beliau agaknya malu diwaktu tidak bisa mengatakan apa-apa diwaktu mengajar. Hal ini karena beliau meragukan semua yang didapat dan dipelajarinya selama ini. Bak digulung ombak, semua ilmu yang didapatnya diragukan, hal ini semata jiwa beliau yang belum pasrah sepenuhnya kepada Allah swt. Ini adalah awal dimana beliau menemukan jalan tasawufnya. Hingga beliau akhirnya jatuh sakit (Al-Munqid Min al-Dlalal)

Setelah beberapa bulan dengan keadaan demikian, beliau meninggalkan dari madrasah untuk melakukan perjalanan mencari pembenar atas apa yang terjadi pada diri beliau . Beliau keluar dari Baghdad menuju ke Syiria meninggalkan anak, istri serta kegemilangan dan kemasyhurannya.

Sang imam menjalani kehidupan zuhud, penuh riyadhoh dan mujahadah. Pernah suatu waktu beliau mengunci diri didalam menara untuk i’tikaf selama 40 hari. Semua yang dilakukan beliau berdasar pada tradisi tasawuf oleh muttasawif sebelumnya, semisal Hasan al-Basri, Imam Abu Hasan asy-Syadhili. Yaitu dengan berkhalwat, menepi dari keramaian dunia untuk melepaskan segala sifat keduniawian dan melatih hati supaya sambung kepada Allah swt.

Imam Ghazali melakukan perjalanan untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya, kebenaran yang puncaknya didalam hati beliau hanya ada roja’ dan khouf kepada Allah swt. Dari perjalanan selama kurang lebih 10 tahun ini beliau kembali ke kehidupan awal, beliau kembali mengajar di Madrasah Nidhomiyyah, dan menjadi muttasawif yang paling agung di zamannya.

Kisah beliau, tertulis didalam ottobiografi yang beliau tulis diakhir pejalanan hidup beliau, yaitu Al-Munqid min al-Dlalal (Terbebas dari Kesesatan). Selain kitab-kitab tersebut, kitab beliau yang paling masyhur, yang menjadi kitab induk yaitu Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama). Imam Nawawi pernah berkata: apabila semua kitab musnah, naudzubillah, dan tertinggal hanya ihya’ ulumuddin ini, maka cukuplah untuk mengganti semua kitab yang hilang tersebut”.

Dari sedikit cerita beliau sang imam ini, hendakah kita sebagai muriid dan tholabul ilm mencontoh ghiroh atau semangat beliau dalam menuntut ilmu. Dengan segala kemapanan dankemudahan, banyak kitab, teknologi, dan fasilitas untuk menuntut ilmu yang tersedia dengan mudah ini maka janganlah sampai berputus asa untuk memahami segala ilmu, terutama ilmu-ilmu keagamaan. Demikian.

Wallahu a’lam bi showab.

 


Belum ada Komentar untuk "Hujjatul Islam : Imam Al Ghazali"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel